Kamis, 01 Februari 2018

LAPORAN KIMIA KAIN

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri tekstil pada era sekarang banyak mengalami perkembangan, hal itu tak lepas dari peranan ahli-ahli tekstil yang berada dari tiap-tiap negara yang selalu melakukan inovasi-inovasi guna terus meningkatkan dan mengembangkan industri tekstil. Selain itu juga dengan inovasi-inovasi tersebut dapat menunjang perekonomian dan kesejahteraan masyarakat pada suatu negara.

Kain sendiri merupakan bagian dari tekstil, dari kain tersebut dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan kebutuhannya, misal pakaian, taplak, korden, dll. Selain itu banyak inovasi-inovasi yang dikembangkan untuk subyek kain itu sendiri, seperti yang sedang digencar-gencarkan oleh para ahli tekstil saat ini, yaitu smart textile,

Kain sendiri dibedakan menjadi kain tenun yaitu kain yang dihasilkan dari proses pertenunan, kain rajut, yaitu kain yang dihasilkan dari proses perajutan, dan non woven, yaitu kain yang tidak dihasilkan melalui kedua proses tersebut. Setiap kain memiliki standar mutu yang berbedabeda sesuai dengan jenis kain itu sendiri, oleh karena itu pengujian disesuakan dengan standar itu sendir, pengujian biasanya dilakukan untuk menentukan apakah kain tersebut memenuhi mutu yang telah ditetapkan standar atau tidak.

Pengujian pada kain sendiri dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pengujian secara fisika dan pengujian secara kimia. Maka dari itu perlu adanya pengujian dan evaluasi kain tersebut berguna untuk memperbaiki mutu kain sesuai yang diharapkan.

1. 2 . Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah caramelakukan pengujian tahan luntur warna pada kain?

2. Bagaimanakah caramelakukan pengujian perubahan dimensi pada kain?

3. Bagaimanakah caramelakukan pengujian daya serap pada kain?

4. Bagaimanakah caramelakukan pengujian tolak air dan tahan airpada kain?

5. Bagaimanakah caramelakukan pengujian tahan api pada kain?

1. 3 .Tujuan Praktikum

1. Dapat membandingkan dan mengevaluasi hasil pengujian tahan luntur warna pada kain.

2. Dapat membandingkan dan mengevaluasi hasil pengujian perubahan dimensi pada kain.

3. Dapat membandingkan dan mengevaluasi hasil pengujian daya serap pada kain.

4. Dapat membandingkan dan mengevaluasi hasil pengujian tolak air dan tahan air pada kain.

5. Dapat membandingkan dan mengevaluasi hasil pengujian tahan api pada kain.

. 1.4 . Pembatasan Masalah

Permasalahan dibatasi untuk pengujian dan evaluasi kimia yang dilakukan terhadap kain sesuai dengan standar jenis kain tersebut pada saat praktikum.

1. 5 . Manfaat Penelitian

1. Mendapat pengetahuan dan pengalaman mengenai pengujian dan evaluasi kain cara kimia yang biasa diterapkan di industri

2. Dapat mengetahui mutu kain melalui pengujian dan evalusi kimia pada kain.

1. 6 . Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Politeknik STTT Bandung ( di Lab. Evaluasi Kimia Tekstil )

1. 7 . Metode P raktikum

Praktikum ini dilakukan dengan ketentuan prosedur pengujian dan evaluasi kain berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) kain.

BAB I

PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA

(SNI 08-0056-2006)

BAB I

PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA

I. MAKSUD DAN TUJUAN

1.1 MAKSUD : Melakukan pratikum pengujian tahan luntur wrana terhadap kain
tenun

1.2 TUJUAN :

- Dapat mengetahui tahan luntur warna pada kain tenun terhadap pencucian

- Dapat mengetahui tahan luntur warna pada kaian tenun terhadap penggosokan yaitu berupa gosok basah dan gosok kering

- Dapat mengetahui tahan luntur warna pada kaian tenun terhadap keringat yaitu berupa keringat basa dan keringat asam

II. TEORI DASAR

2.1 Pengujian tahan luntur warna

Pengujian tahan luntur warna diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana proses pencelupan dan pengecapan berhasil dengan baik, sehingga kain yang diuji akan diketahui apakah mempunyai ketahanan luntur warna yang baik terhadap pencucian, gosokan basah dan kering, keringat asam dan basa serta sinar matahari yang baik atau tidak.

Hasil pengujian tahan luntur warna biasanya dilaporkan secara visual. Pengukuran perubahan warna secara kimia fisika yang dilakukan dengan bantuan kolometri atau spektrometri hanya dilakukan untuk penelitian yang membutuhkan hasil penelitian yang tepat.

Penilaian tahan luntur warna biasanya dilakukan dengan melihat adanya perubahan dari warna asli dengan klasifikasi sebagai tidak ada perubahan, cukup berubah, dan berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan warna contoh uji dengan standar perubahan warna.

Standar yang telah dikenal adalah standar yang dibuat oleh SDC di inggris dan AATCC di Amerika, yaitu berupa standar grey scale untuk perubahan warna karena kelunturan warna dan standar staining scale untuk perubahan warna karena penodaan pada kain putih.Standar grey scale dan standar staining scale digunakan untuk penilaian perubahan warna yang terjadi pada pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, dan pengujian lain.

2.2 Gray Scale

Gray scale terdiri dari sembilan pasang standar lempeng abu-abu, setiap pasangan Mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna (Shade and Strenght) sesuai dengan penilaian tahan luntur dengan angka. Pada gray scale, penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap perbedaan standar perubahan warna yang digambarkan oleh gray scale dan dinyatakan dengan rumus beda warna CIE;l.a.b yang tercantum dalam tabel berikut:

Nilai tahan Luntur

Warna

Perbedaan Warna

(CIE;l.a.b)

Toleransi untuk standar kerja (CIE;l.a.b)

5

0

4-5

0,8

± 0,2

4

1,7

± 0,3

3-4

2,5

± 0,3

3

3,4

± 0,4

2-3

4,8

± 0,5

2

6,8

± 0,6

1-2

9,6

± 0,7

1

13,6

± 1,0

Tabel 2.1 Rumus Nilai Kekhromatikan Adam

Spesifikasi kolorimetri yang tepat dari warna abu-abu standar dan perubahan warna pada gray scale, dihitung dengan rumus beda warna CIE;l.a.b Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 1 yang berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakan berdampingan berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 ± 1 persen. Perbedaan warna sampai dengan nol.Nilai tahan luntur warna 4-5 sampai 1 ditunjukan oleh lempeng pembanding yang identik dan yang dipergunakan untuk tingkat 5, berpasangan dengan lempeng abu-abu netral yang sama tetapi lebih muda. Perbedaan secara visual dari pasangan-pasangan nilai 4,3,2 dan 1 adalah tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan sepertri pada tabel 1.

2.3 Staining Scale

Pada staining scale penilaian penodaan warna pada kain putih didalam pengujian tahan luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang dinodai dan kain putih yang tidak dinodai, terhadap perbedaan yang digambarkan oleh staining scale, dan dinyatakan dengan nilai kekharomatikan Adam seperti pada gray scale, hanya besar perbedaan warnanya yang berbeda, seperti pada tabel berikut:

Nilai tahan Luntur

Warna

Perbedaan Warna

(CIE;l.a.b)

Toleransi untuk standar kerja (CIE;l.a.b)

5

0

4-5

2,2

± 0,3

4

4,3

± 0,3

3-4

6,0

± 0,4

3

8,5

± 0,5

2-3

12,0

± 0,7

2

16,9

± 1,0

1-2

24,0

± 1,5

1

34,1

± 2,0

Tabel 2.2 Nilai Kekhromatikan Adam

Staining scale terdiri dari satu pasangan standar lempeng putih dan delapan pasang standar lempeng abu-abu dan putih, dan setiap pasang mweakili perbedaan warna atau kekontrasan warna (shade and strength) sesuai dengan penilian penodaan dengan angka.

Staining scale digunakan untuk mengevaluasi penodaan pada kain putih pada pengujian tahan luntur warna, spesifikasi kolorimetrik yang tepat dari staining scale diberikan sebagai nilai yang tepat untuk membandingkan terhadap standar-standar yang mungkin telah berubah.

Penilaian tahan luntur warna dan perbedaan warna yang sesuai dengan rumus beda warna CIE;l.a.b pada lajur pertama dan kedua tabel 9.2 nilai tahan luntur 5 ditunjukan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari 85 %. Perbedaan warna sama dengan nol.

Nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukan oleh lempeng putih yang identik dengan yang dipergunakan untuk nilai 5, berpasangan dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu netral, perbedaan secara visual dari pasangan nilai 4,3,2 dan 1 adalah tingkat geometrik dari perbedaan warna atau kekontrasan seperti tertera pada tabel 9.2.

Hasil evaluasi tahan luntur warna terhadap angka-angka grey scale dan staining scale adalah sebagai berikut:

Nilai Tahan Luntur Warna

Evaluasi Tahan Luntur Warna

5

Baik sekali

4-5

Baik

4

Baik

3-4

Cukup baik

3

Cukup

2-3

Kurang

2

Kurang

1-2

Jelek

1

Jelek

Tabel.2.3 Nilai tahan luntur warna

Dalam penggunaan grey scale sifat perubahan warna baik dalam corak, kecerahan, ketuaan atau kombinasinya tidak dinilai.Dasar evaluasinya adalah keseluruhan perbedaan atau kekontrasan antara contoh uji yang asli dengan yang telah dilakukan pengujian.

2.4 Pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian

Cara pengujian ini dimaksudkan untuk menganalisa tahan luntur warna terhadap pencucian yang dilakukan berulang.

Prinsip : Contoh uji dicuci pada kondisi suhu, alkalinitas, pemutihan yang sesuai dan gosokan–gosokan tertentu, sehingga berkurangnya warna bahan, dikerjakan dalam waktu yang singkat. Gosokan dapat dilakukan dengan cara lemparan, gesekan dan tekanan, bersama–sama dengan digunakannya perbandingan larutan yang rendah, dan sejumlah kelereng baja yang sesuai.

2.5 Pengujian tahan luntur warna terhadap keringat

Cara ini dimaksudkan untuk menganalisa tahan luntur warna kain yang berwarna terhadap keringat, yaitu keringat jenis asam atau basa. Dalam pengujian ini Bahan yang digunakan adalah selain sampel uji ada dua helai kain putih dimana yang satu helai dari serat yang sejenis, sedangkan yang satu lagi dari serat menurut pasangan seperti yang tersebut dibawah ini :

Bila yang sehelai

Maka helai lainya

Kapas

Wol

Wol

Kapas

Sutera

Kapas

Linen

Wol

Rayon viskosa

Wol

Poliamida

Rayon viskosa

Poliester

Wol

Poliakrilat

Wol

Asetat

Rayon viskosa

Tabel.2.4 kain pelapis

Prinsip : Contoh uji yang terbuat dari bahan tekstil berwarna direndam dalam larutan keringat buatan yang bersifat asam atau basa, kemudian diberikan tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan perlahan–lahan pada suhu tertentu, dan dalam kurun waktu tertentu pula.

2.6 Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan

cara ini dimaksudkan untuk menguji penodaan dari bahan berwarna pada kain lain, yang disebabkan karena gosokan dan dipakai untuk bahan tekstill berwarna dan segala macam serat, baik dlam bentuk benang maupun kain.

Pengujian dilakukan dua kali yaitu gosokan dengan kain kering dan gosokan dengan kain basah. Adanya gosokan antara dua buah kain yang berwarna dengan yang tidak berwarna, akan menimbulkan suatu penodaan terhadap kain tak berwarna. Intensitas warna penodaan tersebut mengidentifikasikan tahan luntur warna terhadap gosokan dari kain tersebut.Kain putih yang digunakan sebagai penggosok berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu pada kondisi basah dan kondisi kering.

Kain putih yang dipakai adalah kain kapas dengan kontruksi 100 x 96 /inchi 2 dan berat 135,3 g/m2 yang telah diputihkan. Tidak dikanji dan tidak disempurnakan, dipotong dengan ukuran 5 x 5 cm. bila bahan yang diuji berupa benang, maka hendaknya dirajut terlebih dahulu lalu dipotong dengan ukuran 5 x 15 cm, atau boleh juga dibelitkan sejajar pada suatu karton menurut arah panjangnya dan berukuran 5 x 15 cm .

Prinsip: Contoh uji ukuran 5 x 15 cm dipasang pada crocmeter, kemudian padanya digosokkan kain putih kering dengan kondisi tertentu. Penggosokkan ini diulangi dengan kain putih basah.Penodaan pada kain putih dinilai dengan mempergunakan staining scale.

III. ALAT DAN BAHAN

Pencucian

Alat:

- Launder O-meter

- Kelereng baja tahan karat dengan diameter ± 6 mm, 10 buah

- Staining scale dan grey scale

bahan :

- Contoh uji 5 x 10 cm 2 buah

- kain pelapis serat tunggal

- larutan sabun 150 ml

Gosokan

Alat:

- Crock meter

- Staining scale

Bahan:

- Contoh uji arah diagonal 5 x 20 cm

4 buah, gosokan kering (L,P) dan gosokan basah (L,P).

- Kain kapas bleached 5 x 5 cm

- Air suling

Keringat asam dan keringat basa

Alat:

- Kaca arlond

- Oven tanpa kipas sirkulasi

- Gray scale ISO 105-A02

- Staining scale ISO 105 – A03

Bahan:

- Contoh uji 5 x 10 cm 4 buah

- Larutan keringat asam

- Larutan keringat basa

Tabel. 3 . 1 alat dan bahan pada paratikum ketahanan luntur warna

IV. PRATIKUM

4.1. CARA KERJA

4.1.1. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian

1. Persiapkan contoh uji dengan ukuran 4 cm x 10 cm, potong pula kain pelapis dengan ukuran yang sama. (kain contoh uji 2 helai, kain pelapis : 2 helai kapas, dan 2 helai poliester)


Kain pelapis

10 cm


Kain contoh uji


5 cm

2. Letakan contoh uji diantara sepasang kain pelapis, kemudian jahit salah satu kain terpendek.

3. Siapkan 10 buah kelereng dan tabung pengujian yang sudah dibersihkan.

4. Siapkan larutan sabun sebanyak 150ml dengan kosentrasi sabun 4 g/l

5. Masukkan larutan sabun tersebut kedalam tabung uji.

6. Masukan 10 buah kelereng baja ke dalam larutan uji yang ada di tabung uji.

7. Masukkan kain ke dalam tabung juga, kemudian tutup tabung.

8. Pasang pada mesin, kencangkan dan tunggu sampai 30 menit

9. Keringkan dan evaluasi kain dengan menggunakan standing scale dan gray scale

4.1.2. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Penggosoka n

1. Siapkan kain yang sudah dipotong dengan ukuran ( 5x20) cm sebanyak 4 buah dengan possisi kain dipotong dengan diagonal


20 cm 1,5 cm

5 cm

2. Siapkan kain kapas yang sudah dipotong ( 5x5) sebanyak 4 buah dan pasang pada alat scrock meter tepatnya pada penggeseknya, dan juga contoh uji sudah dijepitkan pada tempat contoh uji di alat scock meter

3. Turunkan penggosok tepat diatas kain dan lakukan penggesekan kain dengan alat pemutar yang menggerakkan penggosok sebanyak 10 kali putaran, yang berarti 10 kali penggosokan

4. Lakukan pengujian pada keadaan kapas pada penggosok dalam keadaan kering dan basah.

5. Kemudian ketika sudah selesai lakukan eveluasi kain dengan menggunakan satnding scale

4.1.3. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat

1. Potong contoh uji dengan ukuran 4 cm x 10 cm, potong pula kain pelapis dengan ukuran yang sama. (kain contoh uji 2 helai, kain pelapis : 2 helai kapas, dan 2 helai poliester)


6 cm


6 cm

2. Letakan contoh uji diantara sepasang kain pelapis, kemudian jahit salah satu kain terpendek.

3. Contoh uji diletakaan didalam tempat yang mengandung larutan keringat asam dan basa

4. Direndam secara merata sehingga seluruh bagian kain menyerat larutan keringat secara merata selama 15 menit

5. Kemudian dipres untuk menghilangkan kandungan keringat pada bahan uji.

6. Dimasukkan kedalam open pada suhu kamar 380C selama 4 jam

7. Evaluasi kain dengan menggunakan standing scale dan gray scale

4.2. DATA HASIL PRATIKUM

4.2.1. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian

Tabel.4.2.1 data hasil pengujian daya tahan luntur warna terhadap pencucian

No.

Contoh Uji

Poliester

Kapas

1

3/4

4

3/4

2

3/4

4

3/4

4.2.2. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Penggosoka n

Tabel.4.2.2 data hasil pengujian daya tahan luntur warna terhadap gosokan

No.

Gosokan Kering

Gosokan Basah

1

4

¾

2

4

¾

4.2.3. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat

Tabel.4.2.3data hasil pengujian daya tahan luntur warna terhadap keringat

A) Asam

No.

Contoh Uji

Poliester

Kapas

1

4/5

4

3/4

2

4/5

4

3/4

B) Basa

No.

Contoh Uji

Poliester

Kapas

1

3/4

4

3/4

2

3/4

4

3/4

V. DISKUSI

Penilaian pada hasil ujimenggunakan standard grey scale untuk mengukur perubahan warna pada kain uji dan staning scale untuk mengukur perpindahan warna yang terjadi dari kain uji ke kain putih. Standard grey scale di gunakan pada uji tahan cuci dan uji tahan keringat asam dan basa. Dimana grey scale untuk perubahan warna karena kelunturan warna dan standar staining scale untuk perubahan warna karena penodaan pada kain putih. Staning scale di gunakan untuk uji tahan cuci, tahan gosok dan uji tahan keringat.Maka di perolehlah sebagai berikut :

  • Uji tahan cuci

Dari hasil pengujian dengan staining scale JIS L-0805, didapat suatu nilai penodaan kain contoh uji terhadap kain kapas yaitu ( ± 0,4 C.D) dan pada kain polyester yaitu ( + 0,3 C.D). Sedangkan untuk penilaian tahan luntur warna dengan menggunakan gray scale JIS L-0804, diperoleh kesimpulan bahwa kain contoh uji mempunyai tahan luntur warna yang baik (dengan nilai ± 0,4 C.D.)

Dapat dilihat koefisien variasinya, apabila koefisien variasi mencapai persentase terendah, bisa diartikan sebagai sudah standarnya proses perlakuan terhadap contoh uji. Namun, karena evaluasi hasil pengujian yang dilakukan secara visual, koefisien variasi yang rendah bisa diakibatkan adanya kekurangcermatan dalam mengevaluasi hasil pengujian tersebut.

Penulaian hasil pengujian dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengujian dengan standar secara visual. Hal ini akan berakibat tingginya faktor ketergantungan hasil pengujian kepada si penguji. Sehingga akhirnya faktor keterampilan penguji sangat dominan dalam menentukan hasil pengujian. Makin terampil seorang penguji, maka evaluasi hasil pengujian akan mempunyai tingkat kesalahan yang rendah. Oleh karena itu, untuk evaluasi hasil pengujian seperti ini perlu dilakukan pemerataan keterampilan si penguji karena pengamatan dilakukan secara visual. Oleh karena itu karena dikhawatirkan tidak sesuai penilaiaannya maka, penguji harus lebih dari 2 orang untuk memastikan penilaian terhadap hasil uji.

Ada beberapa hal yang berpengaruh terhadap penilaian hasil uji cara visual, yaitu:

- Pengaturan cahaya, cahaya dalam melakukan penilaian harus sesuai standar, dimana penerangan ditempat evaluasi tersebut harus sama (uniform) dan tetap dimana kekuatan cahayanya menyerupai sinar matahari. Juga cahaya yang digunakan harus membaur (tidak mempunyai bayangan).

- Kondisi ruangan sedemikian rupa, sehingga mempunyai warna yang netral.

- Posisi pandangan mata dengan contoh uji yang sedang dibandingkan tidak mengakibatkan terjadinya suatu pantulan cahaya.

Pada saat di ukur menggunakan standard grey scale untuk perubahan warnanya di peroleh nilai 3/4 yang artinya cukup baik. Warna hasil uji dengan kain sample hampir mirip 75% ini berarti nilai ketahan luntur terhadap pencuciannya cukup. Namun jika di lihat pada hasil uji staning scale nya pada kain 2 terhadap kain polyester di peroleh nilai 4 dimana pada kain polyester susah terjadi stening atau penodaan karena sifat kain poliester atau sintetik yang susah menyerap zat warna. sedangkan jika di bandingkan pada kain kapas nilai standard staning scale nya ada 3/4 dimana terjadi penodaan pada kain kapas, karena hasil ujinya nilai 3/4 pada kapas dan 4 pada polyester, penodaan tidak terlalu banyak sehingga daya tahan luntur cukup.

  • Uji tahan gosok

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh suatu hasil pengujian yang mempunyai nilai berbeda untuk satu jenis pengujian. Dalam menentukan nilai akhir kain yang diuji, maka diambil nilai penodaan yang terendah, yang berarti kain tersebut mempunyai tahan luntur warna yang kurang baik.

Ketika dilakukan gosok basah pada kedua contoh kain uji nilai nya sama yaitu 3/4, ada penodaan pada kain putih yang banyak sehingga kain memiliki daya tahan terhadap gosokan pada kondisi basah yang cukup baik. Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan, dilakukan untuk mengetahui ketahanan bahan terhadap gosokan, karena ketika dipakai baju yang digunakan akan terkena gesekan secara fisika dengan benda mati disekitar. Ketika terkena gosokan, maka kain harus memiliki ketahanan yang baik agar tidak mudah luntur atau menodai.

Uji ini dimaksudkan untuk menguji penodaan dari suatu bahan berwarna pada kain yang lain,yang disebabkan karena gosokan dan dipakai untuk bahan tekstil berwarna dari segala macam serat, baik dalam bentuk benang maupun kain.

Ealuasi dengan menggunakan staning scale diperoleh nilai pada tahan gosok kering kedua kain sample adalah 4 dimana terjadi penodaan sedikit dan dapat dibilang baik. Saat di gosok menggunakan alat crok meter pada kain kapas ( 5x5) cm nya tidak di temui penodaan. Hal ini berarti kain sample cukup tahan terhadap gosok kering.

Berikut faktor yang menyebabkan variasi hasil pengamatan cukup tinggi, diantaranya adalah sebagai berikut :

- Di dalam Kandungan air pada contoh uji / regain, untuk penggosokan basah penentuan kandungan air yang dimiliki oleh kain penggosok hanya dilakukan dengan perkiraan. Sedangkan kandungan air pada penggosokan kering untuk kain uji tidak terkontrol, karena pengujian dlakukan pada ruangan yang suhu dan RH-nya tidak diidentifikasi. Dilain pihak, warna pada kain yang digunakan untuk pengujian sedikit – banyak sensitif terhadap air.

- Tegangan yag dikenakan pada kain yang digosok tidak sama antara satu contoh uji dengan contoh uji lainnya. Hal ini akan berakibat pada tekanan yang akan dialami oleh kain penggosok menjadi bervariasi. Sehingga intensitas penodaannya pun menjadi beragam.

- Pengaruh pengamatan terhadap hasil uji dilakukan secara visual sehingga hasilnya kurang cermat/tepat

  • Uji tahan luntur terhadap keringat

Ketika diukur menggunakan staning scale pada kain pelapis polyester hasilnya sama nilainya baik terhadap keringat asam maupun basa sama – sama bagus yaitu 4, Yang artinya hampir tidak di temukan noda, sedangkan pada kapas dengan nilai rata-rata baik pada keringat asam dan basa adalah ¾ artinya cukup. Berarti kain layak sebagai bahan tekstil. Karena memnuhi standar uji tahan luntur warna terhadap keringat.

Penodaan yang terjadi pada kain kapas oleh akibat keringat basa dapat dikatagorikan cukup, sedangkan penodaan oleh keringat yang bersifat asam digolongkan menjadi cukup. Sedangkan untuk kain poliester, keringat basa menyebabkan penodaan yang baik dan untuk keringat asam menyebabkan penodaan yang baik. Adapun yang dimaksud baik sekali untuk katagori penodaan dapat diartikan pada kain pelapis tersebut tidak ada penodaan, dan untuk katagori baik, terjadi penodaan yang kecil.

Untuk uji tahan keringat asam dan basa. evaluasi dengan menggunakan grey scale diperoleh nilai tahan luntur warna terhadap asamnya lebih bagus dari pada basa. Niali ketahanan luntur terhadap keringat asam 4/5 yang berarti baik sedangkan uji tahan luntur terhadap keringat basa nya di peroleh nilai 3/4 yang artinya cukup baik.Ini dapat dilihat bahwa kain tidak tahan terhadap keringat basa.Namun demikian nilai 3 tersebut sudah termasuk cukup sebagai bahan tekstil dalam standard uji tahan luntur terhadap keringat. Pada perubahan warna terjadi pengurangan ketuaan dan perubahan baik corak maupun kecerahan warna.

Pada grey scale sifat perubahan warna baik dalam corak, ketuaan, kecerahan atau kombinasinya tidak dinilai. Dasar evaluasi adalah keseluruhan perbedaan atau kekontrasan antara contoh uji asli dengan contoh uji yang telah diuji. Pengamatan dilakukan secara visual sehingga kemungkinan hasil pengamatan tidak tepat atau kurang cermat.

VI. KESIMPULAN

- kain uji memiliki daya tahan luntur warna terhadap pencucian cukup baik.

- Kain memiliki daya tahan luntur warna terhadap gosok kering baik.

- Kain memiliki daya tahan luntur warna terhadap gosok basah cukup baik.

- Kain memiliki daya tahan luntur warna terhadap keringat asam baik

- Kain memiliki daya tahan luntur warna terhadap keringaat basa cukup baik.

Sesuai SNI 08-0056-2006, bahwa kain ini tidak memenuhi standar karena tidak memenuhi nilai syarat perubahan warna minimal 4 dan penodaan minimal 4

VII. LAMPIRAN

BAB I I

PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI KAIN

(SNI 08-0051-2008)

BAB II

PENGUJIAN PERUBAHAN DIMENSI KAIN

I. MAKSUD DAN TUJUAN

1.1. MAKSUD : pratikan dapat melakukan pratikum perubahan dimensi bahan tekstil untuk kain tenun

1.2. TUJUAN :

- Untuk mengetahui perubahan panjang dan lebar kain setelah di lakukan proses pencucian dan pengeringan pada kain.

II. TEORI DASAR

Kain yang tidak mengalami perubahan dimensi setelah pemakaian sehari – hari termasuk jenis kain yang mempunyai mutu yang baik.perubahan dimensi adalah terjadinya mengkeret atau melebar setelah proses pencucian.

Ada dua jenis mengkeret yaitu mengekeret karena adanya tegangan mekanis pada waktu proses pertenunan dan penyempurnaan yang dapat menyebabkan kain tertarik untuk sementara, dan waktu pencucian akan relaksasi kembali ke bentuk semula. Jenis mengkeret lain adalah dengan adanya kemampuan serat itu sendiri untuk menggumpal dalam pencucian, misalnya serat wol.

Pengujian perubahan dimensi dengan melakukan pencucian kain yang telah ditandai dalam ukuran tertentu.Dalam mesin cuci otomatis dengan sendirinya kondisi pencucian disesuaikan dengan jenis kain dan komposisi seratnya. Setelah proses pencucian selesai, kain diperas dan dikeringkan dengan jalan membiarkan kain ditempat yang datar. Selanjutnya kain yang sudah kering diukur kembali sesuai dengan tanda yang sudah diberikan.Mengkeret kain dapat dihitung dari hasil rata – rata dari tiga pengukuran untuk arah lusi dan pakan.

Cara pengujian yang dilakukan ini dimaksudkan untuk menentukan perubahan dimensi kain tenun dan kain rajut yang dibuat dari berbagai macam serat kecuali serat wol, jika kain mengalami proses pencucian komersil maupun bervariasi dari ringan sampai yang berat yang mencangkup semua kondisi pencucian. Pengeringan dilakukan dalam lima cara mencangkup pengeringan komersil maupun rumah tangga. Untuk menentukan daya pemulihan dimensi dipergunakan tiga cara.

Tabel berikut ini menunjukkan semua cara pencucian, pengeringan dan pemulihan. Dalam pengujian harus ditentukan kombinasi cara pengujian mana yang sesuai untuk dapat mengevaluasi perubahan dimensi kain setelah pencucian.

No

Pencucian

Pengeringan

Pemulihan

1

38 – 43 °C selama 30 menit

Pengeringan Tetes

Penekan Tegangan

2

49 – 53 °C selama 49 menit

Pengeringan Tekan Datar

Pengukuran Mengkeret Kain Rajut

3

60 – 65 °C selama 45 menit

Pengeringan Kasa

Seterika Tangan

4

71 – 76 °C selama 60 menit

Pengeringan Gantung

5

95 – 100 °C selama 60 menit

Pengeringan Putar

Tabel 2 .1. Cara Pencucian, Pengeringan dan Pemulihan Kain

III. PERCOBAAN

3.1. ALAT DAN BAHAN

Alat :

- Mesin cuci otomatis

- Penggaris

- Alat tulis

- Pola ukur standard untuk kain tenun

Bahan :

- Kain tenun ukuran ( 35 x 35 )cm

- Detergen AATCC 1993 WOB

- Waktu cuci 15 menit

- Tinggi air 10 cm

3.2. CARA KERJA

1. Potong kain tenun sesuai ukuran ( 50 x 50 )cm

Kain (10 x 10) inci

1,5 cm 1,5 cm

10 inci

1,5 cm


10 inci

2. Beri garis dalam dengan pola ukuran standar yaitu 25 cm x 25 cm

3. Obras pinggir kain

4. ukur panjang L1 L1 L3 dan P1 P2 P3 dirata-ratakan dan di jadikan panjang awal

5. masukan ke dalam mesin cuci otomatis selama 15 menit dengan tinggi air 10 cm

6. kemudian keringkan dengan cara tanpa di gantung kemudian di ukur kembali L1 L1 L3 dan P1 P2 P 3 dirata-ratakan dan di jadikan panjang ahkir

7. kemudian dilakukan evalusi yaitu mengkeret pakan dan mengkeret lusi

3.3. DATA HASIL PRATIKUM

Bagian

Panjang Awal (cm)

Panjang Akhir (cm)

Lusi

Pakan

Lusi

Pakan

Kiri

35,1

35

34,4

34,3

Tengah

35,1

34,9

34,4

34,7

Kanan

35,1

35,1

35,1

34,8

Rata – Rata

35,1

35

34,63

34,6

Tabel 3. 1 . Data Percobaan

Mengkeret lusi =

=

Mengkeret pakan =

=

IV. DISKUSI

Uji dimensi kain dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pertambahan atau pengurangan ukuran bahan pada saat setelah mengalami proses pencucian, sehingga bisa diketahui presentasenya dan dapat diketahui perlakuan kain saat nanti akan dibuat pakaian. Apakah kain sudah sesui standar atau belum.

Apabila dilihat dari koefisien variasi hasil pengujian, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanan pengujian sudah hampir sesuai dengan standar.Hal ini dapat dilihat dari rendahnya koefisien variasi. Sedangkan bila dilihat dari perubahan dimensi yang terjadi, maka pada kain tenun ke arah lusi mempunyai stabilitas dimensi yang baik. Sedangkan ke arah pakan, stabilitas dimensinya kurang baik bila dibandingkan arah lusi. Untuk kain rajut perubahan dimensi yang terjadi ke arah pakan maupun lusi relatif lebih besar bila dibandingkan dengan kain tenun.

Selama pratikum pengujian dimensi kain yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa kain tenun saat dilakukan pengujian dengan cara mencuci kain dengan menggunakan mesin cuci otomatis yang mana sebelum kain dimasukan ke dalam mesin cuci otomatis kain terlebih dahulu di beri tanda ternyata setelah dilakukan proses pencucian kain tenun tersebut mengalami mengkeret. Tanda atau pola yang ada di dalam mengalami perubahan panjang pada arah lusi maupun pakan, yaitu lebih pendek dari pada panjang awal.

Saat pemberian tegangan pada pengukuran contoh uji setelah dicuci, harus sama seperti pemberian tegangan pada saat pengukuran contoh uji sebelum dicuci. Hal ini dimaksudkan agar mulur yang terjadi pada kain tetap sama, sehingga hasil pengukurannya pun akan menjadi lebih tepat. Pemberian tegangan pada saat pengukuran contoh uji sebelum dan setelah dicuci, terutama harus diperhatikan untuk contoh uji kain rajut. Sebab kain rajut ini mempunyai mulur yang lebih tinggi dibandingkan contoh uji kain tenun.

Sesuai dengan teorinya nilai mengkeret lusi lebih besar dari pada pakan karena mengkeret pada bagian lusi ini disebabkan karena relaxation shrinkage yaitu ketika proses pertenunan, benang-benang yang ditenun terutama benang lusi mengalami tegangan, proses tentering dan calendaring yang mengalami penarikan, sehingga saat proses pencucian kain relaks, tegangannya mengendur sehingga ukuran kain cenderung ke posisi semula yaitu mengkeret. Selain itu dapat disebabkan pula karena proses steaming pada saat pencelupannya. Oleh sebab itu seharusnya mengkeret pada bagian lusi harus lebih besar daripada bagian pakannya. adanya setelah dilakukan pratikum ternyata hasil mengkeret nya sama maka bisa saja hal itu mungkin di sebabkan oleh beberapa factor seperti kurang telitinya saat mengukur panjang awal dan ahkir terhadap arah lusi dan pakan sehingga data yang di peroleh tidak sesuai dengan teori yang semestinya. Tetapi pada pengujian yang dilakukan nilai pada mengkeret lusi lebih besar dibanding pakan.

V. KESIMPULAN

- Mengkeret lusi : 1,34%

- Mengkeret pakan : 1,14%

Sesuai dengan SNI 08-0051-2008 bahwa kain yang diuji pada pengujian ini memenuhi standar , karena perubahan dimensi kain maksimal sebesar 2%.

VII. LAMPIRAN

BAB I II

PENG UJI AN DAYA SERAP PADA BAHAN TEKSTIL

(SNI 08-1518-1989 )

BAB III

UJI DAYA SERAP PADA BAHAN TEKSTIL

I. MAKSUD DAN TUJUAN

1.1. MAKSUD : pratikan dapat melakukan pratikum pengujian daya serap pada bahan tekstil untuk kain rajut dilakukan uji tetes dan untuk kain handuk di lakukan uji keranjang.

1.2. TUJUAN :

- Mengetahui daya serap pada kain rajut sample

- Mengetahui daya serap pada kain handuk sample

II. TEORI DASAR

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan pembasahan (welting time) yang dikenal dengan dua macam cara yaitu :

· Uji tetes dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus.

· Uji keranjang dilakukan pada permuaan kain yang rata dan halus.

Pada prinsipnya kedua pengujian ini adalah sama yaitu untuk mengetahui kecepatan pembasahan dari contoh uji. Perbedaannya terletak pada kasar atau tidaknya permukaan contoh uji.Prinsip uji tetes adalah menghitung waktu dari air yang diteteskan pada permukaan kain yang dipasang tegang sampai air tersebut hilang terserap.

Uji tetes

Yang dimaksud dengan waktu pembasahan adalah waktu dari saat air diteteskan hingga air hilang terserap.Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan untuk tujuan tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lain-lain.Beberapa kain harus mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembasahan kain :

· Bila setetes air dijatuhkan pada permukaan dari tiga jenis benda padat yang rata, maka tiga jenis benda tersebut mungkin berbentuk bulat, pipih atau antara bulat dan pipih. Karena sifat air, kondisi tekanan air pada ketiga permukaan benda padat berbeda.

· Permukaan benda padat dimana tetesan air akan membentuk bola menunjukkan sudut kontak yang tinggi, dan akan cenderung menggelinding meninggalkan permukaan benda padat dalam keadaan kering. Semakin kecil sudut kontak semakin mudah tetesan air menyebar keseluruh permukaan benda padat dan membasahi benda padat tersebut.

Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus tetapi untuk keperluan tertentu, seperti handuk mempunyai permukaan berbulu baik bulu yang dipotong atau yang masih berbentuk lengkungan. Perbedaan permukaan tersebut memrlukan cara pengujian daya serap yang berbeda juga.

Prinsip pengujian daya serap kain tidak berbulu dilakukan dengan meneteskan setetes air dari ketinggian tertentu ke permukaan kain. Waktu yang diperlukan oleh pantulan cahaya karena tetesan air akan segera tertutup oleh ketinggian bulu-buku tersebut. Untuk kain berbulu, prinsip pengujiannya dilakukan dengan menjatuhkan kain contoh uji dari ketinggian tertentu ke permukaan air.Waktu yang telah diperlukan oleh kain contoh uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu basah.Kapasitas serap kain dihitung dari selisih berat kain basah kain contoh uji kering dinyatakan dalam persen.

Daya Serap Keranjang

Dalam uji ini, daya serap dinyatakan dalam dua cara yaitu waktu serap dan kapasitas serap. Daya serap adalah kemampuan kain menyerap air, sedangkan waktu serap adalah waktu yang diperlukan untuk pembasahan sempurna seluruh contoh uji yang dinyatakan dalam detik, basah sempurna yang dimaksud adalah pada saat contoh uji tepat mulai tenggelam.

Pengujian daya serap sangat penting untuk dilakukan yaitu untuk mengendalikan mutu kain yang khusus dibuat dengan daya serap besar.Kain yang membutuhkan daya serap besar adalah kain handuk.Kualitas kain handuk ini ditentukan oleh kemampuannya dalam hal daya serap terhadap air yang mungkin tergantung dari sifat serat atau konstruksi handuk tersebut.

III. PERCOBAAN

3.1. ALAT DAN BAHAN

No

Jenis Uji

Alat

Bahan

1.

Uji Tetes

Pemidangan

kain rajut

buret tetes 15-25 per ml

Stopwatch

2.

Uji Keranjang

kawat keranjang

kain handuk panjang tak terhingga, L= 7,5 cm berat 5 gram

Cawan

bejana 2000ml

penjepit kawat

Table 3 .1.alat dan bahan uji daya serap tetes dan uji keranjang

3.2. CARA KERJA

A. Uji tetes

  • Pasang contoh uji pada pembidang.
  • Pasang diatas kaki tiga

· Letakkan buret diatas contoh uji, tetesi air dari buret sebanyak satu tetes dengan jarak penetesan 1 – 1,5 cm.

· Waktu pengukuran dilihat saat air jatuh pada permukaan contoh uji hingga menyerap, dilihat dari menghilangnya pantulan sinarpada tetesan air (tidak terlihat mengkiat). Hitung waktu dengan menggunakan stopwatch.

B. Uji keranjang

1. Potong kain handuk dengan lebar 7,5 cm dengan panjang tak terhingga tapi beratnya 5 gram

2. Timbang kawat dan cawan dan pasangkan kain handuk pada kawat keranjang

3. Masukan ke air dengan tinggi air pada bejana 2000ml itu 17 cm

4. Tinggi bahan dari permukaan air ½ cm kemudian kain di jatuhkan dan hitung dengan stopwatch

5. Jika kain tidak tenggelam selama 1 menit maka kain di tenggelamkan secara paksa selama 10 detik

6. Angkat kain dan tiriskan selama 10 detik.

7. Masukan kedalam cawan dan timbang

8. Hitung daya serapnya

3.3. DATA HASIL PRATIKUM

A. Uji Tetes

No

Waktu (detik)

1

26,5

2

25,8

3

26,1

Table 4.2. data waktu penyerapan

rata-rata waktu penyerapan = 26,1 detik

B. Uji keranjang

Diketahui :

Berat Kering

Berat Basah

Berat cawan = 35,55 gram

Contoh uji = 4,84 gram

Kawat = 3 gram +

43,39

Berat cawan = 35,55 gram

Contoh uji = 4,9 gram

Kawat = 3 gram +

43,45

Daya Serap keranjang 1

Daya Serap Keranjang 2

Rata-rata : 380,855 %

IV. DISKUSI

Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan yaitu tentang pengujian daya serap bahan tekstil untuk kain rajut dank ain handuk dimana diperoleh :

  • Uji tetes ( kain rajut)

Untuk kain yang kontruksi benang nya rapat maka akan mudah untuk menyerap air dan begitu juga sebaliknya kain yang memiliki kontruksi benang yang agak renggang akan sukar menyerap air. Selain itu penyerapan air juga di pengaruhi oleh jenis serat yang digunakan serat polyester akan sukar menyerap air. Serta tegangan pada saat menggunakan pemidangan saat ditetesi air juga sangat mempengaruhi daya serap pada kain. Biasanya kain yang terlalu tegang akan mengurangi penyerapan air.

Untuk daya serap kain rajut yang lebih besar dari 3 menit menunjukan bahwa kain rajut yang digunakan untuk pengujian tersebut daya serap airnya kurang baik.

Ada beberapa faktor yang menentukan hasil pengujian yaitu :

a. Pemberian tegangan pada kain rajut saat pemasangannya pada sipai sulam.

b. Intensitas cahaya pada saat pengamatan menghilangnya pantulan. Bila cahaya dalam ruang pengamatan tidak stabil, maka pantulan cahaya yang memantu pun akan labil. Sehingga waktu menghilangnya pantulan cahaya tersebut menjadi beragam.

c. Titik pandang mata terhadap pantulan yang berbeda akan menyebabkan hasil pandangan yang berbeda. Sehingga waktu menghilangnya pantulan pun kelihatan berbeda.

d. Pengaruh tetal daripada kain akan mempengaruhi hasil penyerapan airnya dimana makin tinggi tetal maka makin lama penyerapan airnya dan sebaliknya.

Uji daya serap kain terhadap air dapat dilakukan dengan cara: Uji tetes, uji keranjang uji penyerapan kapileir serta uji waktu pembasahan. Setelah dilakukan pengujian pada kain rajut untuk mngengetahui daya serapnya melalui uji tetes maka diperoleh waktu rata-rata selama 26,13 detik hal ini menandakan bahwa kain rajut sample tersebut memiliki daya serap yang kurang baik. Karena Standar daya serap kain rajut yaitu 20 detik.Hal ini di sebabkan karena kerapatan pada kain berbeda-beda.

  • Uji keranjang ( kain handuk )

Untuk konidisi ini, daya serap air dipengaruhi oleh sifat serat pada kain handuk. Pada serat yang daerah amorf nya lebih banyak misalnya kapas, akan lebih banyak dapat menyerap air. Berbeda dengan serat polyester yang lebih sedikit menyerap air.Karna sifat dari serat polyester sendiri hidropob yang artinya tidak suka air.Selain itu konstruksi kain pun berpengaruh.

Berdasarkan pengujian daya serap kain handuk dengan cara kerajang yang telah di lakukan maka diperoleh hasil daya serap kain handuk sample memiliki daya serap yang bagus yaitu dilihat dari % daya serap nya 380,855% dengan waktu serapnya lebih dari 60 detik.

Jika dilihat dari waktu tenggelam yang dibutuhkan oleh dua buah contoh uji dengan kain yang sama, terjadi suatu perbedaan yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

- Saat kain dimasukan ke dalam air, jarak antara permukaan air dengan contoh uji tidak sama, yaitu 1 cm. Hal ini akan berpengaruh pada kecepatan jatuhnya contoh uji ketika mengenai air. Dan hal ini akan menyababkan perbedaan gaya yang air dan kain. Sehingga waktu penyerapan air oleh kain pun akan berbeda.

- Kepadatan gulungan kain ketika dimasukan ke dalam keranjang. Makin padat gulungan yang dibuat, maka kain tersebut akan makin sulit menyerap air.

- Penimbangan cotoh uji kurang tepat 5 gram, sedangkan seperti diketahui bahwa kapasitas serap dihitung berdasarkan selisih berat.

- Gelas ukur yang digunakan sebagai tempat sementara penimbangan kain yang telah menyerap air, kondisinya kurang kering. Hal ini mengakibatkan hasil penimbangan yang dihasilkan akan menjadi lebih berat.

- Kain handuk akan menyerap air, sehingga bila digunakan untuk beberapa contoh uji, maka tinggi air yang terdapat pada gelas ukur akan makin berkurang. Bila adanya perbedaan tinggi air untuk suatu contoh uji yang sama akan menyebabkan adanya perbedaan tekanan yang dialami oleh kain. Sehingga kemampuan penyerapaan kain handuknya pun akan berbeda. Sehingga berat hasil penimbangannya pun akan bervariasi.

- Kesalahan pembacaan skala pada saat penimbangan, hal ini tentu akan mempengaruhi hasil pengujian. Seperti diketahui bahwa hasil pengujian ini sangat tergantung dari hasil penimbangan.

Dari hasil praktikum menunjukan bahwa kain handuk yang diuji ini mempunyai kapasitas serap yang baik, sebab kapasitas serap kain ini diatas 250 %. Kapasitas serap kain handuk yang tinggi dianggap baik, karena sesuai dengan fungsi handuk pada umumnya.

V. KESIMPULAN

-Uji tetes daya serap terhadap kain rajut daya serapnya kurang baik

- Sesuai dengan SNI 08-1518-1989 kain harus memiliki maksimal waktu daya serap 20 detik, Maka dapat disimpulkan bahwa kain tidak memenuhi standar.

- Uji keranjang daya serap terhadap kain handuk daya serapnya bagus,

- Sesuai dengan SNI 08-1518-1989 kain harus memiliki minimal daya 250- 300%, Maka dapat disimpulkan bahwa kain memenuhi standar.

VIII. LAMPIRAN

BAB IV

PENG UJI AN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR PADA KAIN

( SNI 08-1518-1989 )

BAB IV

PENG UJI AN TOLAK AIR DAN TAHAN AIR

I. MAKSUD DAN TUJUAN

1.1. MAKSUD : pratikan dapat melakukan pratikum pengujian tolak air dan tahan air pada bahan tekstil untuk kain parasut dilakukan uji tetes dan untuk kain kanvas di lakukan uji tahan air.

1.2. TUJUAN :

- Dapat membandingkan hasil uji menggunakan standard spray test rating’s pada uji tolak air ( sprey test) untuk kain parasut

- Dapat Mengetahui daya serap pada kain kanvas

II. TEORI DASAR

Sifat air yang dapat menembus kain dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu :

· Oleh pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain.

· Oleh tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain.

  • Oleh kombinasi kedua cara tersebut diatas.

Apabila kain dibuat sedemikian rapat sehingga tidak ada rongga-rongga diantara benang-benang, kain masih mungkin tembus air jika air dapat membasahi kain. Misalnya saja yang terjadi pada kain kanvas dari kapas yang ditenun sangat rapat. Apabila kain tenun biasa dibuat dari serat yang diberi proses kimia sehingga tidak dapat dibasahi oleh air, maka kain akan menggelincir dipermukaan kain tanpa menembusnya, tetapi jika air terkumpul dipermukaan kain dengan ketebalan tertentu atau air menetesi kain dengan tekanan yang lebih kuat, air akan menembus kain melalui rongga-rongga pada kain. Hal ini terjadi pada kain yang disebut kain tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak ditembus air, kain harus dilapisi dengan pelapis yang tidak tembus air, misalnya untuk jas hujan, kain dilapisi karet, atau untuk terpal dilapisi sejenis ter. Kain yang diberi pelapis juga bersifat tidak tembus udara, sehingga tidak nyaman dipakai. Sehingga untuk kebutuhan pakaian biasa diperlukan sifat tahan air yang cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air.

Penjelasan diatas menunjukkan perbedaan sifat kedap air (waterproof), tahan air (water resistance), dan tolak air (water repellence).

· Kain kedap air adalah kain yang dilapisi dengan zat tidak tembus air sehingga juga tidak tembus udara.

· Tahan air adalah sifat kain untuk mencegah pembasahan dan tembus air, tetapi masih bersifat tembus udara.

· Tolak air adalah sifat serat, benang, atau kain yang menolak pembasahan air.

Kain yang bersifat tolak air dapat ditembus udara dan uap air dan masih mungkin ditembus air dengan tekanan, misalnya tetesan air hujan yang cukup lebat.Meskipun terdapat hubungan antara tolak air dan tahan air, untuk tujuan masing-masing diperlukan pengujian yang berbeda, yaitu :

– Uji siram untuk menilai tolak air.

– Uji hujan untuk menilai tahan air

– Uji tekanan hidrostatik untuk menilai kedap air.

Beberapa istilah dan definisi yang perlu diketahui.

  • Tahan hujan

Proses tahan hujan (shower proof) ; adalah proses untuk memperlambat daya serap dan daya penetrasi terhadap air, kainnya tetap tembus udara. Bisaanya dengan pemilihan jenis serat dan konstruksi kain tertentu, kain dapat dibuat mempunyai sifat anti hujan.

  • Daya tolak air

Daya tolak air (water repellent) ; adalah sifat kain untuk tidak menyebarkan butiran-butiran air ke seluruh permukaan kain. Karena kain yang anti air bisaanya tidak tembus udara, maka tidak enak untuk dipakai sebagai bahan pakaian, tetapi lebih sesuai untuk kepentingan industri.

Jika kain dibuat sedemikian rapat hingga tidak ada rongga-rongga diantara benang-benang, kain masih mungkin tembus air jika air dapat membasahi kain.Hal ini terjadi pada kain kanvas dari kapas yang ditenun sangat rapat. Apabila kain tenun bisaa dibuat dari serat yang diberi proses kimia sehingga tidak dapat dibasahi oleh air, maka air akan menggelincir dipermukaan kain tanpa menembusnya, tetapi jika air terkumpul dipermukaan kain dengan ketebalan tertentu atau air menetesi kain dengan tekanan yang lebih kuat, air akan menembus kain melalui rongga-rongga pada kain. Hal ini terjadi pada kain yang disebut kain tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak ditembus air, kain harus dilapisi dengan pelapis yang tidak tembus air, misalnya untuk jas hujan, atau untuk terpal. Kain yang diberi pelapis juga bersifat tidak tembus, sehingga tidak nyaman dipakai.Untuk pakaian bisaa diperlukan sifat tahan air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air.

Uraian diatas menunjukan perbedaan sifat kedap air (water proof). Tahan air (water resistance) dan tolak air (water repellence). Kain kedap air adalah kain yang dilapisi dengan zat tidak tembus air, sehingga juga tidak tembus udara. Tahan air adalah sifat kain untuk mencegah pembasahan dan tembus air.Tetapi masih bersifat tembus udara.Tolak air adalah sifat serat, benang atau kain yang menolak pembasahan air.Kain yang bersifat tolak air dapat ditembus udara dan uap air dan masih mungkin ditembus air dengan tekanan, misalnya tetesan air hujan yang cukup lebat.

Walaupun terdapat hubungan antara toalk air dan tahan air, untuk hujan masing-masing diperlukan pengujian yang berbeda, yaitu uji siram untuk menolak air dan uji hujan untuk menilai tahan air.Sedangkan prinsip uji hujan adalah menyiramkan air dengan tekanan tetesan air tertentu pada permukaan kain dengan kondisi tertentu selama waktu tertentu.Diukur jumlah air yang menembus kain dan jumlah air yang terserap kain. Kondisi pengujian yang berhubungan dengan tekanan tetesan air, seperti besar tetesan air, jarak penyiraman dari contoh uji, letak contoh uji terhadap arah tetesan air dan waktu penyiraman berbeda antara standar satu dengan standar yang lainya

  • Prinsip uji ketahanan permukaan terhadap pembasahan

adalah menyiramkan air pada permukaan kain dengan kondisi tertentu,sehingga menghasilkan pola kebasahan pada permukaan kain,yang ukurannya relatif bergantung pada sifat tolak air kain.Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pola kebasahan kain dengan gambar pada penilaian Uji Siram Standar.

Setelah contoh uji diketukkan,bandingkan pola titik-titik pembasahan atau bagian basah kain dengan gambar Penilaian Uji Siram Standar ATCC. Nilai Uji Siram masing-masing contoh uji didasarkan pada nilai terdekat dengan gambar Penilaian Uji Siram Standar.

Nilai Uji spray test adalah sebagai berikut :

Nilai Standar Uji siram

Keterangan

100 (ISO 5 )

Tidak ada titik-titik pembasahan pada permukaan atas

90 (ISO 4 )

Sedikit titik-titik pembasahan secara acak pada permukaan atas

80 (ISO 3 )

Pembasahan permukaan atas pada titik-tittik tetesan.

70 (ISO 2 )

Pembasahan pada sebagian permukaan atas

50 (ISO 1 )

Pembasahan seluruh permukaan atas

0

Pembasahan seluruh permukaan atas dan permukaan bawah

Table 2 .1. Standar spray test rating’s

III. PERCOBAAN

3.1. ALAT DAN BAHAN

No

Jenis Uji

Alat

Bahan

1.

uji tolak air ( spray test)

Pemidangan

kain parasut

corong untuk hujan buatan

air

-

labu ukur

2.

uji tahan air ( rain test )

Bundesmet

kain kanvas

gelas ukur

air

Stopwatch

Table 3 . 1 .alat dan bahan uji daya serap tetes dan uji keranjang

3.2. CARA KERJA

A. Uji tolak air ( spray test)

  • Memasang kain uji pada pembidangan hingga kencang

· Meletakkan contoh uji yang telah di pasang pada pembidangan kemudian meletakkan pada penyangga contoh uji sedemikian sehingga titik tengah penyemprot tepat diatas titik tengah pembidangan.

  • Menuangkan 250mL air suling,suhu 27 ± 1o C kedalam corong penyemprot dan biarkan air menyemprot contoh uji selama 25-30 detik.

· Mengambil pembidangan dengan memegangnya pada satu sisi dan ketukkan sebanyak 2 kali.

· Melakukan evaluasi pada gambar pengujian sesuai standar/ATCC.

B. Uji tahan air ( rain test )

· Potong kain kanvas dengan bentuk lingkaran dengan D= 14,4 cm kemudian timbang


14,1 cm

  • Pasang kain pada lokasi yang akan dicurahkan air

· Uji kelebatan hujan 62-68 cc/menit

· Kain di uji dengan cara di hujankan pada alat bundesment selama 10 menit

· Kemudian kain di ambil dan di putar pada sentripugal selama 15 detik

· Kemudian kain di timbang ulang

· Air yang ada di alat diambil dan di ukur pada gelas ukur dan disebut dengan nilai perembasan

3.3. DATA HASIL PRATIKUM

A. Uji tolak air ( sprey test)

Standard nilai sprey test rating’s = ISO 2 (70)

Artinya Terbasahi setengah permukaan yang disiram. Hal ini biasanya terjadi karena penggabungan daerah-daerah basah yang kecil

B. Uji tahan air ( rain test )

Diketahui : berat kain kanvas awal ( BK) = 5,588 gram

Berat kain kanvas ahkir ( BB) = 6,6 gram

Air = 30 ml

Daya serap kain kanvas =

= 18,11 %

IV. DISKUSI

Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan yaitu tentang pengujian tolak air ( spray test) dan tahan air ( bahan tekstil untuk kain rajut dankain handuk dimana diperoleh :

  • U ji tolak air ( presy test)

Pratikum pada kain parasut terhadap uji tolak air diperoleh data bahwa hasil uji yang diperoleh saat dilihat di standard sprey test rating’s = 70 hal ini berarti kain parasut sample Terbasahi setengah permukaan yang disiram. Hal ini biasanya terjadi karena penggabungan daerah-daerah basah yang kecil, hal ini menandakan kain parasut sample tersebut tidak cocok jika dijadikan bahan untuk paying atau pakaian dengan sifat waterproof karena daya tolak airnya jelek. Sehingga jika ingin menjadikan kain parasut tersebut untuk menjadi bahan paying atau pakaian dengan sifat waterproff maka harus di tambahkan resin tolak air pada proses penyempurnaan nya sehingga daya tolak airnya bagus.

Penilaian hasil pengujian yang dilakukan secara visual akan menyebabkan tingginya faktor ketergantungan terhadap penguji. Hal ini berarti pengujian ini sangat tergantung pada ketelitian penguji.

Selain itu skala penyiraman pada corong kaca harus pelan-pelan dan stabil karena sangat mempengaruhi tekanan air yang keluar dari corong siram, sehingga tekanan yang diterima pada kain akan sesuai dengan standar.

Selain itu pemasangan kain harus lebih rapi dan benar, karena apabila semakin kencang permukaannya, semakin rapat dan susah ditembus oleh air begitu pula sebaliknya.

  • U ji tahan air ( rain test)

Prinsip alat nya ( bundesment) yaitu degan cara menghujan kan kain dengan air hujan yg kecepatan nya telah disesuaikan dengan hujan yang ada di alam yaitu dengan kecepatan hujan 62- 68 cc/menit. Uji ini sangat penting dilakukan jika kain kanvas hendak di jadikan bahan untuk tenda.

Perembesan air terjadi setelah penyerapan air oleh kain mencapai titik maksimum.Makin tinggi perembesan suatu kain, menunjukan bahwa kain tersebut mempunyai daya serap air yang rendah.

Selain itu juga, faktor yang ikut menentukan hasil pengujian ini, yaitu ketelitian penimbangan, yang dimaksud dengan ketelitian adalah ketelitian penguji dalam melakukan penimbangan, juga ketelitian minimum dari alat penimbangan.

Sesuai pratikum yang dilakukan pada kain kanvas dengan menggunakan alat bundesment yaitu untuk mengetahui daya tahan air nya maka di peroleh nilai daya serapnyadan tidak terjadi permebesan. Nilai daya serapnya tergolong besar sehingga kain kanvas sample kurang bagus dijadikan sebagai bahan tenda karena nilai daya serap airnya besar. Tidak akan bocor jika di jadikan tenda namun kain akan terlalu berat karena terlalu banyak menyerap air, sehingga tenda akan berat dan rawan roboh.

Kandungan uap air pada contoh uji merupakan faktor yang dominan dalam menentukan hasil pengujian. Sebab dengan makin lembabnya suatu contoh uji, maka proses perembesan akan berlangsung dengan lebih cepat. Adapun yang dimaksud dengan perembesan adalah jumlah air yang terdapat dalam tabung uji di bawah contoh uji yang dinyatakan dalam ml atau cc. Sehingga dapat ditarik kesimpulan :

Makin tinggi perembesan yang terjadi, maka kualitas daya tolak airnya makin rendah, karena kain sendiripun akan mudah menyerap ketika daya tolaknya menurun pada saat permbeesan.

Tegangan awal contoh uji akan berpengaruh pada hasil pengujian, makin tinggi tegangan awal yang diberikan pada contoh uji, maka kain bersangkutan benang – benangnya menjadi lebih renggang. Sehingga air akan mudah menyerap ke dalamnya.

V. KESIMPULAN

-Uji tolak air ( sprey test ) berdasarkan SNI 08-1518-1989 bahwa kain ini tidak memenuhi standar , karena minimum nilainya 80

-Nilai daya serap uji tahan air ( rain test ) untuk kain kanvas = 18,11%

- Berdasarkan SNI 08-1518-1989 bahwa kain ini memenuhi standar , karena pengeringan tidak boleh lebih dari 30 %.

VII. LAMPIRAN

BAB V

PENGUJIAN TAHAN API PADA BAHAN TEKSTIL

(SNI 08- 7272-2008 )

BAB V

PENG UJI AN TAHAN API PADA BAHAN TEKSTIL

I. MAKSUD DAN TUJUAN

1.1. MAKSUD : pratikan dapat melakukan pratikum pengujian tahan api pada bahan tekstil untuk kain tenun.

1.2. TUJUAN :

- dapat menghitung waktu nyala dan waktu bara pada arah lusi dan arah pakan kain tenun

II. TEORI DASAR

Didalam berbagai proses industri, dimana kemungkinan terjadinya bahaya kebakaran besar sekali, sangat mutlak diperlukan adanya pakaian yang tahan nyala api. Begitu pula dalam kehidupan sehari – hari, banyak kecelakaan terjadi karena kebakaran didalam rumah yang berasal dari puntung rokok, korek api, kompor dan penyebab kebakaran lainnya. Untuk mencegah kebakaran perlu digunakan kain yang tahan nyala api untuk pakaian tidur, kain kasur, permadani, pakaian pemadam kebakaran, pakaian penerbang dan sebagainya.

Alat penguji diletakkan dalam ruangan bebas aliran udara. Udara dari bunsen gas ditutup dan api diatur 3,8 cm dan diletakkan tepat pada tengah – tengah bagian bawah kain. Pembakaran dengan nyala api dilakukan selama 12 detik, kemudian api dari bunsen gas dijauhkan dari kain. Waktu nyala api menjalar pada kain dicatat dengan stopwatch dan daerah pijar api diukur.

Factor yang berpengaruh pada sifat nyala api atau tahan api adalah jenis serat dan berat kain. Struktur benang dan struktur kain seperti kain tenun, kain rajut, dan sebagainya tidak berpengaruh pada sifat nyala api dan tahan api. Sifat nyala api sebagian ditentukan oleh jenis serat yang digunakan. Serat selulosa, linen, dan rayon mudah sekali meneruskan pembakaran. Kain wol biasanya sulit menyala, nylon dan polyester mengkerut dari nyala api dan sulit menyala, tetapi penyempurnaan yang membuat kain kaku memungkinkan nylon dan polyester mudah nyala.

Pada kain-kain yang meneruskan nyala api, sifat tahan apinya bergantung pada berat kain dan kandungan seratnya. Untuk kain dengan serat sama, makin berat kainnya, makin tahan api. Dalam keadaan nyata, banyak factor yang berpengaruh pada sifat tahan api dan terdapat beberapa cara ui tahan api. Untuk pakaian, pengujian yang banyak digunakan adalah uji sifat nyala api tekstil pakaian (cara 450) dan uji tahan api (cara vertical).

Prinsip uji sifat tahan api (cara vertical) adalah membakar kain yang dijepit rangka dan diletakkan vertical selama waktu tertentu. Diukur waktu dari saat api diambil sampai nyala padam, waktu dari saat nyala padam sampai bara padam dan panjang sobekan pada contoh uji karena sobekan dengan gaya tertentu.

Untuk mencegah tejadinya kebakaran, maka perlu digunakan kain yang memiliki sifat ketahanan terhadap nyala api yang baik.

Beberapa istilah yang berhubungan dengan tahan nyala api antara lain :

- Mudah terbakar (flammable), untuk kain yang meneruskan nyala api dengan cepat dan apabila dijauhkan dari api kain akan terus terbakar.

- Anti nyala api (flame-proof), untuk kain yang tahan nyala api dan tidak meneruskan nyala api, misalnya nyala api pada kain akan segera redam begitu api dijauhkan dari kain.

- Tahan nyala api (flame-resistance), adalah nilai yang diperoleh pada uji kain yang dinyatakan sebagai waktu (detik) yang diperlukan untuk meneruskan nyala api sepanjang 100 inci kain kearah vertical dan horizontal.

- Bahan asli anti nyala api (inherently flame proof), adalah bahan yang bersifat tahan nyala api meskipun tidak diberi proses penyempurnaan anti nyala api.

- Bahan anti nyala api permanen (durably flame proof material) adalah kain yang tetap tahan nyala api setelah proses pencucian yang berulang-ulang.

- Bahan anti nyala api sementara (temporally flame proof material), adalah kain yang setelah proses pencucian berulang akan kehilangan sifat tahan nyala api.

Pengaruh konstruksi kain terhadap nyala api adalah sebagai berikut :

- Komposisi serat pada kain

Sifat anti nyala api sangat dipengaruhi oleh jenis seratnya. Serat-serat selulosa seperti kapas, flax dan rayon mempunyai sifat tahan nyala api yang rendah, sedangkan wol biasanya sulit tebakar. Bahan nilon dan poliester adalah serat termoplastik yang mengkeret dari nyala api dan cenderung untuk tidak terbakar, meskipun karena proses penganjian atau pencelupan dengan zat warna tertentu dapat menyebabkan kain nilon dan poliester mudah terbakar.

- Jenis benang

Konstruksi benang tidak berpengaruh terhadap sifat anti nyala api pada bahan

- Struktur kain

Sifat anti nyala api pada kain tidak tergantung pada konstruksi misalnya kain tenun, kain rajut, kain renda, kain felt, dan sebagainya.

- Berat kain

Berat kain berpengaruh langsung terhadap sifat anti nyala api untuk jenis serat apapun, makin berat sifat nyala apinya makin baik. Untuk kain tahan terhadap nyala api diuji dengan jalur vertikal (vertical strip test) sedangkan untuk kain yang tidak tahan nyala api diuji dengan cara uji miring (the 45o test). Untuk menguji apakah sifat tahan nyala api permanen atau tidak, perlu diterangkan apakah pengujian dilakukan sebelum proses pencucian atau proses cuci kering (dry cleaning) atau sesudahnya

III. PERCOBAAN

3.1. ALAT DAN BAHAN

1. Kotak Uji Tahan Api

2. Bunsen

3. Korek Api

4. Penjepit

5. Kain Contoh Uji 32 x 7,5 cm

3.2. CARA KERJA

1. Ukur kain dengan ukuran (32 x 7,5) cm di lakukan kearah lusi dank e arah pakan


32 cm


7 cm

2. Siapkan alat uji tahan api dengan tinggi api 3,8 cm

3. Kain dipasang pada penjepit kain sampai batas kain, tutup kain dengan penjepit dipres dengan penjepit lagi

4. Kemudian masukan ke alat pembakaran dan gantungkan kain pada gantungan yang ada pada alat tersebut

5. Kain dibakar selama 15 detik

6. Hitung waktu nyala yaitu waktu pada saat kalin tebakar pertama kali dan sampai apinya padam

7. Hitung waktu bara nya yaitu waktu dari api padam hingga bara nya mati

3.3. DATA HASIL PRATIKUM

  • Arah lusi

Waktu pembakaran = 12 detik

Waktu nyala = 21,01 detik

Waktu bara = 0,42 detik

  • Arah pakan

Waktu pembakaran = 12 detik

Waktu nyala = 19,75 detik

Waktu bara = 3,26 detik

  • Panjang Lusi setelah dibakar = 29,1 cm
  • Panjang Pakan setelah dibakar = 28,5 cm

IV. DISKUSI

Pada saat waktu nyala lebih besar pada pembakaran arah benang lusi nya di bandingkan dengan arah pakan nya. Ini menandakan benang lusi bisa menggunakan campuran polyester kapas sebab waktu pembakaran nya lebih lama. Biasanya pembakan tersebut di pegaruhi oleh beberapa factor salah satunya jenis serat yang dipakai atau di gunakan. Missal kain kapas akan mudah terbakar di bandingkan dengan kain polyester. Sehingga untuk membuat sebuah kain yang tahan terhadap api maka perlu ditambahkan ersin anti api.

Uji tahan nyala api dengan uji jalur vertikal bisa dilakukan berdasarkan British standar 2963;1958, British standar 3119;1959, atau berdasarkan AATCC Test Method 34 – 1969. Adapun yang digunakan dalam pengujian ini yaitu berdasarkan British Standar 3119;1959. Dan berdasarkan standar tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kain yang diuji tidak bersifat anti nyala api.

Apabila dilihat dari koefisien variasi waktu nyala, menunjukan bahwa variasi perlakuan terhadap contoh uji sangat tinggi. Ada beberapa hal yang menyebabkan keragaman itu sangat tinggi, diantaranya :

a. Penjepit contoh uji kurang kencang, sehingga ketika pembakaran terjadi contoh uji tidak terjepit / keluar dari penjepit. Hal ini mengakibatkan daerah pembakaran menjadi luas, yang akhirnya waktu nyala menjadi lebih lama.

b. Penggeseran bunsen dari contoh uji setelah 12 detik kurang lancar. Sehingga api yang mengenai contoh uji lebih dari 12 detik, hal ini akan mengakibatkan waktu nyala menjadi lebih cepat.

Dari beberapa hal diatasa, pratikum yang telah dilakukan pada kain tenun yaitu tentang uji tahan api nya maka di perolehlah hasil bahwa kain tenun sample itu tidak tahan terhadap api, buktinya saat dilakukan pengujian terhadap kain arah lusi maupun arah pakan nya memiliki nilai waktu pembakaran yang relative sebentar itu menandakan tidak adnya daya penambahan resin tahan api pada kain tersebut sehingga menjadikan kain mudah terbakar.

Uji tahan nyala api dibedakan antara kain yang mudah terbakar atau kurang tahan nyala api dengan kain yang tahan nyala api. Untuk kain yang tahan nyala api diuji dengan cara uji lajur vertikal (vertical strip test) dan untuk kain yang tidak tahan nyala api diuji dengan cara uji miring 45 0 (the 450 test). Dengan uji jalur vertikal nilai tahan nyala api dari kain – kain yang bersifat anti nyala api mempunyai nilai 100 atau lebih, sedang dengan cara uji yang sama kain yang tidak tahan nyala api mempunyai nilai kurang dari 100. Pada pengujian kali ini digunakan cara uji lajur vertikal.

V. KESIMPULAN

Arah lusi

Waktu pembakaran = 12 detik

Waktu nyala = 21,01 detik

Waktu bara = 0,42 detik

Arah pakan

Waktu pembakaran = 12 detik

Waktu nyala = 19,75 detik

Waktu bara = 3,26 detik

Panjang Lusi setelah dibakar = 29,1 cm

Panjang Pakan setelah dibakar = 28,5 cm

Berdasarkan SNI 08-7272-2008, didapatkan bahwa kain ini memenuhi standar, karena lebih dari 7 detik waktu nyala nya.

VII. LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

N.M. Susyami Hitariat, dkk. Bahan ajar Praktek e valuasi Tekstil III (Evaluasi Kain), SekolahTinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 2005

N.M. Susyami Hitariat, dkk. Bahan ajar Praktek Avaluasi Tekstil III (Evaluasi Kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 2005

Sugeng W,.dkk,. Desain Tekstil 1, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil,2013. Bandung

Moerdoko, Wibowo, S.Teks, dkk, Evaluasi tekstil bagian kimia, Institut Teknologi Tekstil, 1975.

  • Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian, SII No.0115-75, Departemen Perindustrian, 1975.
  • Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat, SII No. 0117-75, Departemen Perindustrian, 1975.
  • Cara Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan, SII No. 0118-75, Departemen Perindustrian, 1975.
  • Cara Uji Perubahan Dimensi Dalam Pencucian Kain Tenun dan Rajut Kecuali Wol., SII No. 0123-75, Departemen Perindustrian, 1975.
  • Cara Uji Tahan Api Pada Bahan Tekstil, SII No. 2055-87, Departemen Perindustrian, 1975.
  • Cara Uji Tahan Air (Uji Siram), SII No. 0124- 75, Departemen Perindustrian Perindustrian, 1975.

LAMPIRAN

1. SNI_0051_2008 KAIN TENUN UNTUK KEMEJA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar