Kamis, 01 Februari 2018

LAPORAN

PRAKTIKUM DESAIN TEKSTIL II

DEKOMPOSISI KAIN ANYAMAN BABAT (TURUNAN KEPER) “

Nama : Muhammad Sholahuddin Al-Ayyuby

NPM : 14010072

Group : 2T1

Dosen : Siti R., A.T., M.T.

Asisten : Resty M. H., S.ST.

POLITEKNIK STTT BANDUNG

201 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN

1.1.1 Untuk mengetahui komposisi kain anyaman turunan keper.

1.1.2 Untuk mengetahui struktur anyaman kain turunan keper.

1.2 TEORI DASAR

Dekomposisi dalam pertekstilan adalah suatu cara menganalisa kain contoh, agar dari analisa tersebut diperoleh data-data yang dapat dipakai untuk membuat kembali kain yang sesuai dengan contoh tersebut.

Anyaman merupakan faktor yang turut menentukan karakteristik suatu kain, karena itu untuk keperluan melengkapi identifikasi kain perlu diketahui anyaman apa yang dipakai untuk kain tersebut. Demikian pula jika kain itu akan diproduksi kembali, maka kain harus diketahui anyamannya.

Untuk menyatakan suatu anyamandapat dilakukan dengan nama anyaman, dengan gambar atau dengan tanda :

a. Dengan gambar :

· Untuk menggambar anyaman dipergunakan kertas pola (design paper) yang mempunyai garis-garis berbentuk kotak- kotak.

· Kotak-kotak ke arah vertikal mewakili benang-benang lusi sedang ke arah horizontal mewakili benang- benang pakan.

· Tiap kotak mewakili satu titik persilangan (persilangan satu helai benang lusi dengan satu helai benang pakan).

· Apabila terjadi efek lusi maka kotak yang bersangkutan diberi tanda, sedang bila terjadi efek pakan maka kotak yang bersangkutan dibiarkan kosong.

b. Dengan tanda :

· Tanda-tanda yang digunakan adalah : angka diatas garis datar, angka dibawah garis datar, garis miring dan angka di belakang garis miring.

· Angka diatas garis datar menunjukan jumlah efek lusi sedang angka dibawah garis datar menunjukan jumlah efek pakan.

· Pembacaan dimulai pada angka yang terletak paling kiri di atas garis datar, seterusnya berganti-ganti dibaca ke bawah, ke atas dan seterusnya.

· Garis miring ke kanan menunjukan arah pergeseran ke kanan, sedang garis miring ke kiri menunjukan pergeseran ke kiri.

· Angka dibelakang garis miring menunjukan jumlah pergeseran benang pakan pada anyaman benang berikutnya.

1.2.1 Struktur Kain

Anyaman babat adalah turunan atau perubahan sebagian dari keper runcing dan sebagian lagi dari anyaman plat

Kain anyaman babat (atau nama lainnya honey comb/sarang madu) adalah anyaman yang membentuk kelompok-kelompok lusi dan kelompok-kelompok pakan dimana masing-masing kelompok terdiri dari float lusi/pakan yang mempunyai panjang berbeda.

Jaddi dapat disimpulkan dari penjelasan diatas bahwa kain ini dihasilkan dari pencampuran efek-efek lusi dan pakan yang letaknya tinggi rendah tersusun, atau dengan kata lain yang dibangun dari benang-benang yang berefek panjang dan berefek pendek, benang-benang yang berefek panjang letaknya akan tinggi dan yang berefek pendek akan rendah

Cara membuat anyaman babat mirip dengan membuat anyaman diamond. Hanya saja terdapat pengisian efek lusi dan efek pakan yang berkelompok sehingga menghasilkan efek float seperti pada gambar berikut :

b

a

c

d

Jadi dari anyaman babat dalam pengisian efek-efek lusi maka dapat dilakukan sebagai berikut :

-Jika kotak A dan B diisi dengan efek-efek lusi maka kota-kotak C dan D dikosongkan

x

x

x

x

x

x

x

x

-Jika kotak A dan B dikosongkan maka kotak C dan D dengan efek lusi

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

Kelompok-kelompok benang lusi/pakan yang tiap helainya tidak sama panjang floatnya menyebabkan permukaan kain babat bermotif relief (timbul). Motif tersebut sesuai dengan bentuk permukaan babat atau bentuk sarang madu. Float yang panjang membentuk bukit-bukit sedangkan float yang pendek membentuk lembah.

Dengan adanya Float yang panjang pada anyaman babat akan mengakibatkan kain menjadi berdaya serap air tinggi. Oleh karena itu anyaman babat terdapat pula pada kain handuk. Anyaman babat banyak juga dipakai sebagai hiasan pada kain-kaian wanita.

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 A lat Dan Bahan

1. Kain Turunan Keper

2. Kaca Pembesar

3. Jarum

4. Mistar

5. Gunting

6. Timbangan

7. Kertas Desain

2.2 Cara Kerja

1. Menentukan arah lusi dan arah pakan dari kain tersebut dan memberi tanda garis panah searah dengan arah benang lusi,

2. Menentukan tetal lusi dan tetal pakan dari kain tersebut dengan cara memperbesar kain menggunakan lup dan menghitung jumlah benang dengan menggunakan jarum kasur. Atau bisa juga dengan ditiras.

3. Text Box: Arah lusi Meniras pinggir kain (searah lusi dan searah pakan) sampai terlihat ujung kain yang rata benangnya,

4. Mengukur panjang benang sebesar 10 cm dan lebar kain sebesar 10 cm dari pinggir kain yang telah ditiras tadi,

5. Menggunting kain sebesar lebih dari panjang dan lebar kain yang diinginkan (10cm x 10 cm),

6. Meniras kembali pinggir kain sampai ukuran yang diinginkan,

7. Menggunting dan meratakan pinggir kain sampai rata sesuai dengan ukuran yang diinginkan,

8. Menghitung berat kain tersebut,

Ø Potong kain dengan ukuran (20 x 20) cm atau sekurang-kurangnya (10 x 10) cm.

Ø Letakkan kain diatas meja datar dan ratakan dengan tangan, kain tidak boleh mengalami tegangan.

Ø Beri tanda garis dengan pensil pada kain yang berukuran (20 x 20) cm atau (10 x 10) cm. Usahakan letak garis searah dengan lusi dan pakan.

Ø Gunting, kain diluar garis dengan jarak 1 cm diluar ukuran (20 x 20) cm atau (10 x 10) cm.

Ø Keluarkan benang lusi atau pakan bagian pinggir dengan hati-hati, dan kemudian gunting sisa-sisa benang yang keluar dari kain agar didapat kain yang berukuran (20 x 20) cm atau (10 x 10) cm.

9. Melepaskan benang lusi sebanyak 10 helai (5 dari pinggir kain sebelah kanan dan 5 lagi dari pinggir kain sebelah kiri),

10. Menghitung panjang 10 helai benang lusi tadi,

11. Menghitung panjang 10 helai benang lusi tadi,

12. Melepaskan benang pakan sebanyak 10 helai (5 dari atas kain dan 5 lagi dari bawah kain),

13. Menghitung panjang 10 helai benang pakan tadi,

14. Menghitung panjang 10 helai benang pakan tadi,

15. Menulis data-data yang diperoleh.

BAB III

DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

1.1 Objek Pengamatan

1.2 Perhitungan

NO

TETAL

LUSI [helai/inch]

TETAL

PAKAN

[helai/inch]

PANJANG

LUSI [cm]

PANJANG PAKAN [cm]

1

77

49

11

10,5

2

78

47

11,1

10,5

3

76

46

10,9

10,5

4

11

10,5

5

11

10,3

6

11

10,5

7

11

10,3

8

11

10,5

9

11

10,5

10

11

10,6

X

7 7

47,3

11

10,4 7

7 7 helai/cm

47,3 helai/cm

  • Berat 10 helai : - Lusi = 57 mg = 0,057 gram

- Pakan = 47 mg = 0,047 gram

  • Berat Kain = 10 cm x 10 cm = 2,43 gram
  • MENGKERET LUSI DAN PAKAN ( x 100%)

Lusi = (11-10)/11 x 100% = 9,09 %

Pakan = (10,47-10)/10,47 x 100% = 4,2 %

  • NOMOR BENANG LUSI DAN PAKAN (Nm, Ne, Tex, Td)

Lusi : - Nm = P/B = 1,10/0,057= 19,29

- Ne = 0,59 x Nm = 0,59 x19,29= 11,38

- Tex = 1000/Nm = 1000/19,29 = 51,84

- Td = 9000/Nm = 9000/19,29 = 466,56

Pakan : - Nm = P/B = 1,049/0,047 = 22,28

- Ne = 0,59 x Nm = 0,59 x 22,28 = 13,14

- Tex = 1000/Nm = 1000/22,28 = 44,88

- Td = 9000/Nm = 9000/22,28 = 403,95

-Berat Kain/m2

1) Dengan penimbangan :

2) Dengan perhitungan :

A) Lusi

B) Pakan

C) Lusi+Pakan = 173,07 + 87,24 = 260,31 gram/m2

D) Selisih Berat:


-Fabric Cover (CF)

-Cw =

-Cf =

Cf (%) = (Cw + Cf – Cw x Cf) x 100%

= (0,82 + 0,47 - 0,82 x 0,47) x 100%

= 90,46 %

-Gambar Anyaman 4 raport

BAB VI

DISKUSI DAN KESIMPULAN

4 .1 Diskusi/ Analisis

Hal yang perlu didiskusikan dalam pengujian ini yaitu, ketelitian uji yang dilakukan oleh pengamat pada saat menghitung tetal pada kain. Agar hasil yang didapat benar – benar akurat, maka penghitungan tetal di kain perlu dilakukan min.3 kali pada satu tempat yang sama. Proses penghitungan pun sebaiknya dilakukan ditempat yang terang dan dengan meja yang datar supaya mudah untuk mengujinya. Pengguntingan kain sebesar 10 x 10 cm pun harus sejajar dengan benang lusi dan benang pakan. Agar mudah ditiras dan lurus. Untuk itu, saat penggarisan dilakukan, garis harus benar – benar disejajarkan dengan benang lusi maupun pakan sebelum kain digunting.

Tetal lusi pada kain sampel cukup tinggi serta penggunaan benang lusi dan benang pakan dengan nomor benang yang hampir sama membuat praktikan agak kesulitan saat awal melakukan dekomposisi sehingga beberapa kali mengalami kesalahan. Disini sangat dibutuhkan konsentrasi, kesabaran serta ketelitian agar mudah dan benar dalam melakukan dekomposisi kain babat.

Selain itu saat membaca anyaman harus diruang yang cukup sinar karena kain babat memiliki krapatan yang cukup rapat sehingga jika kita lengah sedikit saja maka hasilnya tidak akan maksimal serta anyaman sulit ditemukan.

Dalam praktikum dekomposisi kain anyaman babat ada beberapa hal yang perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi hasil dari praktikum ini, yaitu :

· Selisih berat dari penimbangan dan perhitungan yang diperoleh praktikan pada praktikum ini sebanyak 6,4 %. Sedangkan seharusnya selisih berat maksimal hanya 5%. Hal ini terjadi karena kekurang telitian praktikan saat menentukan tetal lusi dan tetal pakan, mengukur pajang 20 helai benang lusi dan 20 helai benang pakan, berat saat menimbang 20 helai benang lusi dan 20 helai benang pakan. Maka dari itu untuk kedepannya harus lebih pasti dalam mengukur panjang dan menimbang, agar selisih yang diiinginkan dapat tercapai..

· Pada saat pemotongan kain contoh 10 x 10 cm sebisa mungkin sebelumnya kita menguraikan lusi dan pakannya sehingga mendekati ukuran 10 x 10 cm setelah itu diberi batasan dengan ukuran 10 x 10 cm dan kemudian pakan dan lusinya diurai sampai mendapatkan kain dengan ukuran 10 x10 cm. Setelah itu sisa-sisa benang lusi dan pakan dipotong sesuai dengan ukuran kain. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesalahan pemotongan kain contoh ( kain contoh terlalu kecil, misalnya ).

4.2 Kesimpulan

Dengan melakukan dekomposisi pada kain ini, kita dapat mengetahui struktur dan perhitungan yang digunakan pada kain ini. Hal ini diperlukan untuk pembuatan kain yang sama persis dengan kain yang diujikan.

DAFTAR PUSTAKA

___ Pedoman Praktikum Disain Tekstil 2. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.

R. Soekarso,Pengantar Ilmu Anyaman Tekstil,Bandung,1974

Jumaeri, Bk.Teks.Textile Design. Institut Teknologi Tekstil. Bandung : 1973

Tidak ada komentar:

Posting Komentar